Rabu, 04 Maret 2009

Cigedog

Cigedog adalah sebuah desa di kecamatan kersana, Kabupaten Brebes, propinsi Jawa Tengah Republik Indonesia.

Cigedog termasuk sedikit dari desa yang mempunyai pasar mandiri, Pasar desa dengan jumlah kios yang cukup memadai. beberapa fasilitas pendidikan juga dibangun di sini dari TK, SD dan SMA. SMP dibangun di desa lain di kecamatan Kersana.

Cigedog merupakan tempat yang nyaman untuk ditinggali dan berinvestasi.

Agama dan Kekerasan

MENGATAKAN agama sebagai sumber kekerasan agaknya sulit diterima, sebab dimana-mana agama selalu mengklaim sebagai pembawa damai. Namun, tidak sedikit sosiolog yang banyak mengkaji mengenai agama, mengatakan bahwa agama sering menjadi sumber atau pemicu kekerasan.

T.K. Oommen, sosiolog asal India, misalnya, pernah menyimpulkan bahwa kekerasan agama bukan hanya disebabkan oleh faktor-faktor eksternal seperti ekonomi, politik, dan psikologi, tetapi juga karena agama sendiri menyediakan rujukan yang cukup banyak untuk perilaku semacam itu. Oommen melakukan penelitiannya terhadap semua agama besar dunia, termasuk Islam dan Kristen (T.K. Oommen, Religion as Source of Violence, 2001).

Jadi, mengatakan agama sebagai sumber kekerasan memang paradoks. Umumnya kelompok agamawan akan menolak kesimpulan seperti yang diambil oleh Ommen. Tetapi kalau kita melihat atau mengkaji secara objektif, kita memang harus jujur bahwa agama sering menjadi biang kekerasan, apapun alasannya. Entah untuk menegakkan agama itu sendiri ataukah untuk melawan ketidakadilan. Kekerasan, dimanapun, kapanpun, oleh siapapun, dan dengan alasan apapun, tetaplah sebuah kekerasan, yang tentu saja dapat menyebabkan jatuhnya korban.

Radikalisme dan Fundamentalisme Agama?

Ketika gagasan mengkaji kekerasan yang bersumber dari agama dilontarkan oleh kalangan sosiolog dan peneliti agama lainnya, maka banyak yang mencoba memfokuskan penelitian mereka pada dua gerakan keagamaan yang cukup populer, yaitu radikalisme dan fundamentalisme. Bahkan, tidak sedikit yang kemudian mengidentikkan radikalisme dan fundamentalisme sebagai gerakan kekerasan.

Pertama, harus kita pahami bahwa radikalisme bukanlah sebuah gerakan keagamaan, tetapi, yang ada adalah gerakan keagamaan yang cenderung radikal, tetapi tidak mengklaim sebagai radikalisme. Radikalisme awalnya merupakan gerakan politik yang lahir di Inggris pada tahun 1802. Radikalisme di Inggris dipicu oleh Partai Liberal yang mencanangkan gerakan reformasi. Karena itu, pada tahun itu, kata ini pertama kali muncul dan dipahami sebagai political sense of ‘reformist’ yang menurut dugaan, perjuangannya adalah melakukan perubahan dari akar (kata ‘radikal’ berasal dari kata radix dalam bahasa Latin, artinya ‘akar’ atau ‘kaki gunung’; secara umum diartikan ‘fondasi’ atau ‘dasar’).

Pada tahun 1921, istilah ini mulai dipahami sebagai "gerakan yang tidak konvensional", dan pada era 1970-an, istilah ini dipahami sebagai gerakan tanpa kontrol. Sekarang, radikalisme selalu diidentikkan dengan kekerasan. Karena itu, masyarakat umum seringkali menyama-nyamakan antara radikalisme dan militansi agama.

Jika kita mengembalikan radikal pada arti awalnya, yaitu "melakukan perubahan dari akar" atau "perubahan dari dasar", maka banyak gerakan keagamaan bisa dikatakan radikal, dan tidak semua gerakan itu mengedepankan unsur kekerasan.

Kedua, fundamentalisme memang bermula dari sebuah gerakan Protestan yang dimulai pada sekitar tahun 1920-1925 di Amerika paska-Great Awakening. Gerakan ini dimulai oleh William Jennings Bryan. Namun, yang secara resmi menggunakan istilah ‘fundamentalisme’ adalah Curtis Lee Laws, editor "The Watchman Examiner", sebuah surat kabar Gereja Baptis (penggunaan istilah ini sendiri menimbulkan kontroversi di kalangan Kristen, serta memperuncing perdebatan di antara kelompok modernis dengan kelompok ‘fundamentalis’). Karena itu, gerakan ini awalnya terjadi di kalangan Konvensi Baptis Amerika bagian Utara sebagai upaya untuk membendung gerakan Kristen modernis di Eropa (khususnya liberalisme di Jerman).

Poin utama penekanan gerakan ini adalah pada pemahaman scriptural inerrancy (kitab suci tidak mungkin salah). Mereka menolak kajian-kajian kitab suci secara kritis yang dilakukan oleh para sarjana Kristen di Eropa. Menurut mereka, kajian-kajian tersebut dapat menyesatkan umat.

Sejak berdirinya, gerakan ini tidak pernah mengedepankan kekerasan, malahan sebaliknya, mereka anti-kekerasan. Namun, sekarang, banyak orang menidentikkan kekerasan dengan fundamentalisme. Menurut saya, baik radikalisme maupun fundamentalisme bisa dikatakan sebagai pemicu kekerasan, tetapi bukan berarti bahwa keduanya identik dengan kekerasan. Kekerasan bisa saja muncul dari mana saja, termasuk kedua gerakan tersebut.

Disfungsi Agama?

Lalu, apa yang menjadi pemicu utama munculnya kekerasan dalam agama?

Benarkah kekerasan lahir akibat adanya disfungsi agama? Agak sulit untuk sampai pada kesimpulan itu, sebab "disfungsi" itu sendiri secara harafiah berarti "tidak berfungsi" atau "kehilangan fungsi." Fungsi apa? Bukankah tidak sedikit orang yang melakukan kekerasan atas nama agama justru mengklaim menjalankan fungsi agama???

Seringkali, kita terjebak dengan pemikiran-pemikiran tertentu mengenai agama, padahal agama itu tidak tunggal. Dalam setiap agama terdapat banyak sekali aliran pemikiran. Bahkan, masing-masing aliran pemikiran, memiliki kelompok-kelompok pemikiran tertentu. Pada era sekarang, pengelompokan agama berdasarkan istilah-istilah tertentu sudah tidak relevan lagi, sebab arus keterbukaan informasi telah mencampuradukkan pemahaman di dalam masyarakat.

Tidak heran jika dalam sebuah keluarga yang bergereja mainstream akan kita jumpai pemahaman yang kharismatik. Di antara jemaat yang Lutheran, akan kita jumpai pemikiran-pemikiran Calvin, dan di antara jemaat yang Calvinis, banyak yang justru berteologikan Armenianis. Barangkali hanya tata ibadahnya yang membedakan.

Setiap orang bisa saja mendefinisikan fungsi sebuah agama, dan setiap orang bisa saja menjalankan fungsi agama menurut definisinya, dengan cara yang dipahaminya. Saya mungkin lebih sreg menyebutnya malfungsi agama. Sebab, prefiks mal- dalam Bahasa Perancis, yang berakar dari kata male- dalam Bahasa Latin merujuk pada sesuatu yang kurang baik.

Artinya, malfungsi agama merujuk pada upaya menjalankan fungsi-fungsi agama dengan cara-cara yang kurang baik (tentu saja ‘kurang baik’ dalam ukuran umum, bukan ‘kurang baik’ dalam definisi agama, sebab setiap agama dapat mendefinisikan ‘kurang baik’ menurut pemahamannya).

Ada banyak faktor yang dapat memicu munculnya kekerasan dari sebuah agama, baik itu kekerasan yang dilakukan oleh individu maupun oleh kelompok, di antaranya:

(1) Pemahaman yang berbeda tentang kitab suci. Ada yang memahami kitab suci secara harafiah, ada juga yang mengkaji makna intinya. Keduanya, dapat saja memunculkan gerakan kekerasan atas nama agama, tergantung bagaimana ia memahaminya;

(2) Superioritas agama. Artinya, memandang agama kita lebih baik dari agama yang lain. Sikap yang berlebihan dapat memunculkan pandangan bahwa agama lain tidak layak eksis, sehingga harus dijadikan sama atau dimusnahkan. Sikap ini juga dapat memicu keinginan menjadikan agamanya sebagai penguasa;

(3) Klaim kebenaran mutlak. Artinya, memandang agama kita lebih benar dari agama yang lain. Sikap yang menganggap bahwa kebenaran hanya ada dalam agama sendiri;

(4) Pengkultusan pioner (pendiri) agama atau pemimpin agama. Sikap ini adakalanya baik namun bisa juga berdampak sebaliknya, apalagi jika tidak sepenuhnya mengenal tokoh yang dikultuskan, misalnya sang nabi. Karena sang nabi melakukan perang, maka umat pun harus mengikutinya;

(5) Ketundukan total pada doktrin agama. Di satu sisi hal ini postif, namun di sisi lain dapat berdampak negatif, sebab doktrin setiap agama berbeda-beda, dan di dalam setiap agama juga terdapat banyak doktrin. Doktrin yang mengatakan bahwa "mati demi agama adalah surga" (atau sejenis itu), jelas dapat berdampak pada lahirnya militansi-militansi agama yang siap mati dengan cara apapun; dan

(6) Kesetiaan yang berlebihan pada agama. Hal ini terkait dengan poin 3-5. Sistem negara yang amburadul, masyarakat yang mengalami dekadensi moral, atau perubahan global yang terlalu drastis dianggap mengancam kesucian agamanya. Karena itu, harus ada perubahan kembali kepada ajaran agamanya. Sikap ini, jika terlalu berlebihan dapat menimbulkan kenekadan dalam diri seseorang untuk menghalalkan segala cara agar niatnya tercapai.

Masih banyak faktor lain yang dapat menjadi penyebab, yang muncul dari dalam agama itu sendiri, di samping tentu saja ada faktor-faktor eksternal yang menjadi pemicu lainnya, misalnya: politik (keinginan berkuasa, kebosanan kepada pemimpin politik, maupun politik global), ekonomi (kesenjangan global), budaya (kultur lokal yang memiliki dimensi kekerasan), psikologi (gangguan psikis), pendidikan (pendidikan yang minim), dan banyak lagi.

Solusinya?

Tidak mudah untuk menyelesaikan persoalan ini, sebab hampir semua ajaran agama telah mengkristal dalam umatnya masing-masing. Ibarat candu, agama telah menyatu dengan darah sebagian besar umatnya, sehingga kesakitan-kesakitan yang ditimbulkan oleh agama justru terasa menyenangkan untuk dinikmati. Ia tidak lagi dianggap sebagai kesakitan oleh saraf otak pemeluknya.

Kalau sudah begini, jalan keluarnya akan rumit. Saya termasuk yang pesimis bahwa agama dapat membawa perubahan ke arah yang positif, kecuali jika kita mau ikhlas membatasi fungsi agama pada dirinya sendiri. Tetapi, selama agama masih pingin mengambil fungsi di setiap lini kehidupan, maka agama tetap akan menjadi bencana.

Perubahan mendasar yang bisa kita mulai adalah pencerahan pemikiran. Menurut saya, kita tidak bisa lagi mengharapkan pencerahan pemikiran itu pada generasi-generasi tua. Peluang paling besar justru terletak pada generasi-generasi muda. Bukan berarti tidak perlu mencerahkan pemikiran generasi tua, tetap perlu, tapi tidak bisa menjadi harapan utama.

Karena itu, hasil dari sebuah perubahan, baru akan terasa dalam beberapa generasi kemudian. Pada saat itu, "mungkin" agama benar-benar sudah mendiami ruangannya yang sebenarnya, tidak lagi lalu-lalang di ruangan lain, apalagi mem-bikin repot yang lain. Lalu, apakah agama mesti dimusnahkan? Tentu tidak! Bakteri yang merugikan saja bisa diolah menjadi bermanfaat bagi tubuh manusia. Tergantung siapa yang mengelolah dan untuk siapa dia diolah []

Yoses R
Aktivis Magen Avraham

KAPITALIS & SOSIALIS

APAKAH SOSIALISME ITU?

Dialog dengan seorang pembaca Suara Sosialis

Beberapa waktu yang lalu kami menerima sejumlah pertanyaan dari seorang pembaca (non-sosialis). Pertanyaan itu kami jawab, kemudian proses tanya-jawab itu berlanjut terus. Dialog ini sudah kami edit dan disajikan dalam edisi ini. Tentu saja tidak menyelesaikan perdebatan tentang sosialisme, sebaliknya semua hal ini patut dibicarakan terus. Pendapat para pembaca lainnya juga bisa dimuat.

TANYA-JAWAB RINGKAS (jawaban yang pertama ini tentu saja agak dangkal):

1. Apakah kapitalisme itu?

Kapitalisme adalah sistem di mana alat-alat produksi dikuasai oleh minoritas, kaum buruh dieksploitir, dan proses akumulasi kapital didorong oleh persaingan antara perusahaan-perusahaan. Ada juga kapitalisme negara (seperti Uni Soviet) di mana negara sendiri bertindak seperti perusahaan besar, dan persaingan bisa mengambil bentuk non-pasar seperti persaingan militer (seperti dalam Perang Dingin).

2.. Apakah sosialisme itu?

Sebuah masyarakat dimana kaum pekerja sendiri yang menguasai alat-alat produksi dan merencanakan ekonomi secara demokratik; dan semua ini secara internasional.

3. Apakah hubungan antara imperialisme dan kapitalisme? Apakah tidak mungkin sosialisme juga menjadi imperialisme?

Imperialisme punya sejumlah artian. Kaum Marxis biasanya memakai istilah "imperialisme" untuk tahap kapitalisme terakhir, di mana sejumlah negara yang sangat kuat mendominasi negara yang lain, secara langsung (seperti Belanda di Indonesia di zaman kolonial) atau tidak langsung (misalnya peranan IMF sekarang). Uni Soviet juga imperialis; menurut kami ini membuktikan bahwa Uni Soviet itu bukan sosialis. Dominasi imperialis timbul dari logika persaingan, sehingga harus hilang dengan bangkitnya masyarakat sosialis di mana manusia betul-betul bekerjasama secara demokratis.

4. Sosialisme sudah cukup lama usianya (lebih dari seabad). Tapi mengapa sampai saat ini (terutama kelompok saudara) tidak terlalu banyak pengikutnya di negara barat?
Sosialisme kehilangan prestise karena berasosiasi dengan sistem Soviet. Faktor lain: kekalahan beberapa perjuangan revolusioner (Jerman 1918-1920, Cina 1927, Spanyol 1936 dll) yang mendemoralisasi gerakan buruh sehingga pemerintah soviet bisa memanipulasi gerakan buruh dengan lebih gampang. Akhirnya sistem Soviet runtuh dan kebanyakan orang kiri di barat yang masih berkiblat ke sana terdemoralisasi total.

5. Apa tanggapan anda atas fenomena naiknya sosial demokrat baru-baru ini.

Ini fenomena yang biasa saja di barat; selama beberapa tahun kaum konservatif di pemerintahan, terus rakyat muak dan memilih kaum sosial demokrat. Tapi nanti rakyat pasti muak lagi dan kaum konservatif akan terpilih kembali (seperti di Australia saat ini). Di Eropa, kesuksesan partai-partai sosial demokrat juga mencerminkan militansi kaum buruh di beberapa tempat.

6. Apakah anda tidak bisa bekerjasama dengan mereka?

Kami sering bekerjasama dengan basis dari partai sosial demokrat. Pemerintah sosial demokrat lain soal; mereka biasanya menjalankan kebijakan yang pro-kapitalis, dan kami melawan kebijakan tersebut -- dengan berseru agar basis sosial demokrat ikut berjuang bersama kami.

7. Bukankah mereka bagaimanapun masih lebih baik dari kapitalis konservatif?

Basis itu jelas jauh lebih baid. Kalau pimpinan sosial demokrat, apalagi saat memerintah - ja, terkadang lebih baik, terkadang lebih jelek. Justru karena mereka dipercaya oleh kaum buruh, kadang-kadang mereka bisa memanipulasi gerakan buruh dengan lebih efektif daripada kelompok konservatif.

8. Di mata kalangan awam, anda dan sosial demokrat bahkan juga komunis dan aliran marxis lain sukar dibedakan satu sama lain.

Selama masih dalam oposisi, sosial demokrat bisa berlagak sangat progresif, sehingga sulit dibedakan dari kaum sosialis. Begitu kita dapat pengalaman praktis dari pemerintah sosial demokrat, kita bisa melihat perbedaannya dengan lebih mudah.


TANYA-JAWAB LENGKAP:

1. Bagaimana bila dapat diciptakan suatu perangkat hukum sehingga eksploitasi terhadap mayoritas menjadi tidak dimungkinkan, seperti UU perburuhan atau UU antimonopoli dsb yang sesuai dengan apa yang menjadi tujuan kaum Sosialis?

Menurut teori sosialis, semua kekayaan diciptakan oleh kerjaan manusia. (Mesin-mesin memang juga berperan, tetapi mesin-mesin tersebut juga merupakan hasil kerjaan.) Sehingga semua profit juga berasal dari kerjaan kaum buruh. Selama masih ada pemilik modal yang menarik profit dari perusahaan, berarti masih ada eksploitasi. Jelas, kondisi kerja bisa diperbaiki dan gaji bisa dinaikkan, dan kami mendukung semua reform semacam itu. Tetapi begitu terjadi krisis ekonomi, kemajuan itu segera terancam.

2. Bagaimana bila diciptakan suatu sistem dimana para pekerja tidak hanya menerima gaji, tetapi juga sebagian dari saham, sehingga keuntungan perusahaan juga berarti keuntungan karyawan?

Sudah terdapat perusahaan di barat yang menjalankan sistem semacam itu. Ini sering dianjurkan oleh golongan sosial demokrat. Sebenarnya ini taktik para majikan untuk menjebak kaum buruh. Jika saya sebagai seorang buruh punya andil kecil dalam perusahaan, saya menghadapi dilemma: kalau gaji saya dinaikkan atau kondisi kerja diperbaiki, itu berarti profit perusahaan mungkin dikurangi. Akibatnya kaum buruh jadi bingung dan serikat-serikat buruh dilemahkan. Sebetulnya yang paling penting dalam sistem kapitalis bukan soal siapa yang *memiliki * perusahaan secara formal, melainkan siapa yang mengontrol, mengatur dan menentukan dalam perusahaan. Kaum kapitalis tidak akan secara sukarela mengizinkan kaum buruh untuk mengontrol perusahaan, maka kaum buruh seperti pemilik saham kecil lainnya masih juga bisa menjadi korban dari kaum pemodal besar.

3. Anda tulis tentang "penghapusan sistem wage labour". Saya masih belum mengerti apa penggantinya.

Penggantinya adalah sistem dimana semua industri dikontrol oleh buruh sendiri melalui dewan demokratis, dan ekonomi di tingkat nasional bahkan internasional direncanakan - juga secara demokratis melalui dewan buruh serta dewan rakyat kecil lainnya. Sehingga proses jual-beli melalui pasar lama-lama dapat diganti dengan semacam gotong-royong internasional. Jelas, ini ringkasan yang pendek saja. Secara praktis, jalan ke sistem sosialis agak panjang dan terliku-liku.


4. Bagaimana diciptakan suatu UU sehingga pekerja melalui serikat pekerja dapat ikut memiliki kontrol terhadap proses produksi. Sementara sistemnya tetap kapitalis, tetapi apa yang tidak manusiawi dari sistem tersebut diperbaiki. Mungkin pemikiran seperti ini pernah diajukan sebelumnya oleh Kaum Sosial Demokrat.

Ini memang diajukan oleh kaum sosial demokrat. Masalahnya mirip dengan soal saham tadi. Di barat memang ada manajemen perusahaan yang mengundang wakil-wakil buruh ikut merencanakan produksi. Saya sendiri sebagai wakil rekan-rekan di kantor punya pengalaman dengan apa yang digembar-gemborkan sebagai "demokrasi industrial". Kami diundang untuk "musyawarah" dan kaum pekerja pada awalnya merasa dikonsultasi dan sangat antusias. Kemudian kaum majikan menjalankan rencana-recana mereka seenaknya saja, bahkan lebih efektif karena kaum pekerja yang terlibat dalam diskusi itu merasa bertanggungjawab untuk ikut menjalankan rencana-recanan manajemen. Sedangkan kaum majikan tidak kehilangan kontrol sama sekali.

Begaimana kalau pemerintah memaksakan para kapitalis untuk menerima sistem yang lebih radikal? Lha, ini mungkin kalau saja ada pemerintah yang betul-betul mau. Dalam keadaan biasa di bawah sistem kapitalis, pemerintah dikuasai oleh golongan pro-kapitalis. Bila partai sosial demokrat menang pemilu mereka mungkin mengambil beberapa langkah kecil ke arah ini, tapi akibatnya biasanya pelarian modal dan tekanan keras dari para industriawan sehingga para sosial demokrat segera mundur lagi. Itu terjadi di Perancis tahun 1980-an. Jika tidak mau mundur, pemerintah bisa digulingkan lewat kudeta seperti di Chile tahun 1970-an. Makanya kebijakan seperti yang anda ajukan hanya bisa diterapkan secara konsisten oleh pemerintah revolusioner yang sedia untuk bertindak secara radikal dan memobilisasi kelas buruh dalam perjuangan militan. Saya rasa, pemerintah semacam ini hanya dapat masuk pemerintahan lewat revolusi; kaum kapitalis tidak akan mentolerir partai revolusioner menang pemilu. Dan jika revolusi sudah terjadi, kaum buruh tidak perlu puas dengan kebijakan yang setengah-hati, mereka bisa menghapuskan kapitalisme dong...

5. Ekonomi sosialis akan "memproduksi untuk kebutuhan manusia, bukan untuk kebutuhan kompetisi." Sangat menarik, tetapi dapatkah produk yang dihasilkan mampu bersaing dengan produk lain yang diciptakan memang untuk berkompetisi?

Dalam masyarakat sosialis yang tanpa persaingan, mana perlu bersaing? Kita hapuskan kompetisi sama sekali. Ini dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek memang ada sistem campuran dan masalah itu harus diatur dengan hati-hati.

6. Jika penguasa Kapitalis cukup "adil" dan rakyat tidak kelaparan dan saluran demokrasi cukup terbuka, dengan cara apa dan alasan apa revolusi sosialis dapat terjadi?

Kaum penguasa jarang sekali adil dan "saluran demokrasi" sebenarnya merupakan tipuan besar; itu sudah dirasakan rakyat di Australia ini. Mengenai soal kelaparan, sebetulnya revolusi sulit bisa terjadi selama rakyat betul-betul mengalami kelaparan yang sangat parah, karena dalam situasi itu rakyat terlalu demoralisasi. Bisa kehilangan akal, bisa mengamuk - tapi itu bukan revolusi sosialis.

7. Jika pemilik modal dianggap juga bekerja (dengan modalnya), berarti dia boleh juga donk dapat hasil dari jerih payahnya?

Hanya manusia yang bekerja. Modal bisa berakumulasi - tetapi itu terjadi karena jerih payah kaum pekerja yang dipekerjakan oleh si pemilik modal. Kalau seorang pemilik modal juga bekerja, dengan tangan ataupun otak, jelas boleh digaji seperti para pekerja lain. Tetapi modalnya sebagai hasil pekerjaan kaum pekerja harus menjadi milik bersama kaum pekerja. Di sini yang dimaksud adalah modal besar. Lain soal dengan modal yang kecil-kecilan. Saya sendiri punya tabungan, dan saya dapat bunga dari tabungan tersebut. Bunga tersebut tidak merupakan hasil dari kerja saya sendiri, tapi jelas kita tidak mau menasionalisasi setiap rekening di bank pada tahap pertama sosialisme. (Nanti akan dikolektivisasi secara sukarela). Apa bedanya antara modal kecil dan modal besar? Kaum pemilik modal besar juga *menguasai* industri dan pemerintah, mereka merupakan kelas yang *berkuasa *, sedangkan kaum pemilik modal kecil kebanyakan tergolong rakyat biasa. Jadi ada juga aspek sosial dan politik yang harus diperhitungkan.

8. Atau seperti pernah anda utarakan sebelumnya yang penting itu adalah masalah siapa yang memegang kontrol. Bagaimana bila buruh yang memegang kontrol sedangkan pemilik modal cuma memindah-mindahkan modalnya ke perusahaan yang dianggap menguntungkannya (seperti pada bursa saham). Tapi misalnya pemilikan saham seseorang dibatasi sehingga tetap para buruh yang
memegang kuasa.

Sebagai taktik selama tahapan pertama sosialisme ini mungkin sangat berguna. Namun kaum pemilik modal pasti tidak puas dengan situasi ini, sehingga akhirnya akan muncul konflik-konflik juga.

9. Dulu waktu saya masih sekolah, dikatakan oleh guru saya bahwa tujuan akhir marxisme adalah suatu masyarakat tanpa kelas. Apakah betul? Kalau betul berarti tidak ada lagi lapisan elit yang memimpin masyarakat. Apakah hal itu mungkin dicapai?"

Dalam teori Marxis, Komunisme merupakan tahap terakhir di mana tidak ada kelas lagi. Tentu saja kita akan mendekati tahap itu secara berangsur-angsur. Setelah revolusi ada tahap di mana kelas-kelas masih ada, tetapi kelas buruh yang berkuasa. Marx memakai istilah "diktatur proletariat" tetapi artinya bukan sama dengan yang disebut "diktatur" dewasa ini. Maksudnya kekuasaan kaum buruh secara demokratis, lewat dewan buruh yang bersekutu dengan rakyat kecil lainnya. Kemudian kita akan mengalami masa peralihan ke komunisme.

Bagaimana mungkin? Untuk mengerti itu kita harus bertanya dulu: kapan dan mengapa timbul kelas-kelas sosial? Sebenarnya kelas-kelas itu adalah hal yang relatif baru. Umat manusia terdapat di dunia ini sejak sedikitnya 500,000 tahun. Sampai kurang-lebih 10,000 tahun yang lalu tidak ada kelas. Kelas belum mungkin, karena produktivitas kerja manusia begitu rendah sehingga tidak semua orang harus kerja untuk menyambung hidup. Tidak mungkin ada orang yang hidup dari kerjaan orang lain.

Lambat laun produktivitas tersebut mulai naik sehingga manusia bisa menghasilkan surplus kecil. Saat itu kelas penguasa bisa timbul - dan diperlukan juga untuk kemajuan ekonomi. Kelas dominan itu dibutuhkan untuk mengambil surplus kecil itu dari setiap pekerja, supaya bisa dikumpulkan dalam beberapa tangan saja - dan diinvestasi. Itu tidak mungkin terjadi tanpa kelas dominan karena surplus begitu kecil sampai setiap orang secara individu pasti tidak mau melepaskannya. Perkumpulan surplus hanya mungkin dengan cara paksa - eksploitatif. Sistem kapitalis adalah sistem kelas yang paling efektif dalam hal ini, dan selama dua abad terakhir kita sudah menyaksikan begaimana investasi kapitalis bisa mengubah dunia.

Di saat yang sama sistem kapitalis meningkatkan produktivitas kerja dengan begitu dahsyat sehingga kelas buruh sudah mampu untuk menghasilkan surplus yang sangat besar. Proses perkumpulan surplus untuk dinvestasi kembali akhirnya bisa berlangsung secara sukarela. Pada dasarnya kelas dominan tidak perlu lagi. Tapi kenyataan ini belum begitu tampak karena sistem kapitalis sendiri sudah menjadi halangan untuk kemajuan manusia. Sehingga kita melihat kekayaan yang luar biasa yang dimiliki suatu golongan kecil sedangkan sebagian besar manusia masih hidup sengsara - dan bukan hanya di "dunia ketiga", di New York saja ada orang hidup melarat. Jadi perekonomian dunia harus diorganisasi kembali supaya potensi itu dapat direalisasi.

(Ini di tingkat global. Indonesia secara terpisah belum sekaya itu, tapi bisa dibantu oleh kaum buruh yang hidup di barat.)

10. Seorang paman saya pernah mengatakan bahwa pada akhirnya kaum komunis akan menghilangkan negara dan kemudian hanya ada suatu masyarakat yang disebut komune."

Betul juga. Komune atau komunisme, terserah. Aparatus negara akan hilang bersama perbedaan kelas. Padahal, aparatus negara itu juga timbul kurang lebih 10,000 tahun yang lalu bersama dengan kelas-kelas. (Dan ini logis, karena eksploitasi tidak akan diterima begitu saja oleh rakyat kecil. Harus dipaksakan.) Jika perbedaan kelas hilang dan manusia hidup secara kolektif, aparatus itu tidak diperlukan lagi. Ini bukan berarti kita tidak perlu administrasi. Perekonomian dan masalah sosial sangat kompleks. Apalagi dalam masyarakat internasional yang kami cita-citakan. Tetapi peranan seorang administrator akan berubuah. Bukan lagi atasan. Dan administrasi itu tidak akan terpisah dari rakyat.

11. Apakah orang bebas untuk memilih pekerjaan sesuai dengan pilihannya? Bagaimana aturannya sehingga si A menjadi manajer, si B menjadi penyanyi dan si C menjadi tukang batu?"

Jika setiap orang memilih kerjaan menurut bakatnya masing-masing, rasanya bukan problem. Dalam masyarakat kapitalis, kita tidak memilih karier dengan cara itu. Misalnya saya sendiri punya bakat untuk menulis (dan sudah menulis beberapa buku) tapi sangat susah survive dengan penghasilan seorang penulis, sehingga saya jadi pegawai negeri dan sehari suntuk sibuk dengan beberapa kegiatan yang kurang cocok bagi diri saya. Nah, dalam sistem sosial yang lebih rasional, ini tidak akan terjadi.

Sekarang mungkin muncul pertanyaan lagi: jika semu gaji sama (atau lebih tepatnya, dalam masyarakat komunis tidak ada gaji sama sekali) siapa yang akan melakukan kerjaan yang tidak enak, misalnya mebersihkan toilet? Di sini kita melihat lagi pentingnya soal produktivitas kerja. Potensi sudah ada untuk memakai mesin untuk kebanyakan dari tugas itu. Jelas, sisanya akan tetap ada. Tapi kalau hanya sisa, rasanya bukan masalah lagi. Dalam setiap keluarga sekarang ini kita sudah mebagi-bagi tugas yang tidak enak.


12. Menurut anda "diktatur proletariat" berarti kekuasaan kaum buruh sendiri secara demokrasi. Tetapi apa yang terjadi di Rusia? Elit partai yang memerintah dianggap sebagai kelas yang akan memimpin masyarakat menuju komunisme. Ini dimaksudkan sebagai "sementara". Tetapi "sementara" ini berlangsung selama 70 tahun dan berakhir dengan bubarnya Uni Soviet dan tumbangnya komunisme di Eropa Timur. Rupanya perbedaan anda dengan komunis Rusia adalah (terutama) soal "diktator proletariat"?

Revolusi Bolshevik tahun 1917 memang merupakan diktatur proletariat dalam artian aslinya. Pemerintah Bolshevik dipilih secara demokratis dalam soviet-soviet. Kemudian rezim Bolshevik itu mengalami degenerasi dan memang menjelma menjadi rezim elit, dan memakai istilah "diktatur proletariat" untuk menutup-nutupi dikatur kelas birokrat. (Mengenai asal-usul degenerasi tersebut lihat jawaban no 16.) Perbedaan kami dengan rezim Stalin (bukan dengan pemerintah Bolshevik yang timbul tahun 1917) memang adalah soal diktatur proletariat.

13. Menurut tulisan anda, bekas Uni Soviet adalah semacam masyarakat kapitalis. Jadi pendapat anda mirip dengan pendapat Romo Mangun bahwa Komunis Soviet hanyalah
varian dari Kapitalis Amerika alias "sami mawon"?

Mungkin saja, tapi cuman saya tidak tahu pendapat Romo Mangun secara terperinci.

14. Jadi anda akan meniru komunis Rusia dalam memunculkan Revolusi, hanya saja setelah revolusi itu, dewan buruhlah (terdiri dari para buruh?) yang akan berkuasa dan bukan elit partai. Jadi apa fungsi elit partai?

Mula-mula Partai Bolshevik (yang kemudian mengambil nama Komunis) bukan partai elit. Terdiri terutama dari golongan buruh yang paling militan. Kira-kira 20% dari kelas buruh Rusia turut aktif dalam partai itu menjelang Oktober.

15. Kalau dewan buruh yang harus berkuasa, maka menurut pendapat saya revolusi anda itu akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk lahir. Sepanjang pengetahuan saya tidak pernah yang namanya kelompok mayoritas berkuasa.

Kesadaran kelas buruh bisa berkembang dengan sangat cepat dalam perjuangan revolusioner. Partai revolusioner harus merangsang perkembangan itu.

16. Dalam sistem demokrasi liberal yang sekarang ini dianggap paling adil pihak mayoritas hanya memilih siapa diantara para elit yang paling cocok dengan mereka (lewat pemilu).

Sangat betul. Ini kenyataan dalam demokrasi parlementer di barat. Nyatanya tidak begitu adil. Banyak kebijakan pemerintah di sini yang tidak disukai oleh rakyat Australia, tetapi diterapkan juga. Jadi untuk menjalankan revolusi, negara kita harus kaya dulu sehingga masalahnya tinggal bagaimana membagi-bagi hasil kekayaan itu. Apakah benar penafsiran saya ini?

Bukan hanya soal pembagian kekayaan yang sudah ada, melainkan juga soal meningkatkan produksi berdasarkan pada perencanaan demokratis. Kekayaan yang cukup harus ada di tingkat global. Revolusi bisa saja mulai dalam negeri yang kurang kaya. Namun harus meluas untuk bertahan. Ini sebabnya rezim Bolshevik mengalami degenerasi. Karena tetap terisolasi dalam sebuah negeri yang masih miskin dan dimana kelas buruh hanya merupakan minoritas. Selain itu ada faktor lain yang bersangkutan, yaitu:

a) persisnya karena rezim itu adala kekuasaan kaum buruh sendiri, sebagian dari kelas buruh harus masuk pemerintahan - menjadi pejabat alias birokrat;
b) sebagian lain harus masuk tentara untuk membela revolusi: karena Rusia waktu itu diinvasi oleh selusin tentara asing reaksioner. Banyak yang tewas.
c) krisis ekonomi juga terjadi disebabkan oleh dampak perang sipil ini, banyak pabrik yang tutup dan kaum buruh kembali ke desa, sehingga bukan buruh lagi.

Akibat dari semua faktor ini ialah bahwa lama-lama kelas buruh hilang sebagai kelas sosial. Yang masih ada hanya pemerintahan bolshevik yang makin lama makin jauh dari rakyat. Semua ini faktor obyektif, ini bukan masalah moral.

17. Apakah koperasi adalah sejenis perusahaan yang diinginkan oleh kaum sosialis?"

Koperasi kadang-kadang berguna, namun koperasi yang berjalan di tengah sistem kapitalis tidak bisa menjadi benteng kecil sosialisme, karena harus bersaing dengan perusahaan kapitalis lainnya. Tadi kita bicarakan bahwa revolusi yang mulai dalam satu negeri harus "diekspor" karena tidak bisa bertahan dalam satu negeri saja. Boro-boro dalam satu koperasi saja!

18. Jadi menurut anda sistem sosialis tidak bisa tumbuh di dalam sistem kapitalis, karena masalah persaingan itu?

Unsur-unsur sosialisme memang bertumbuh di dalam sistem kapitalis. Industri kapitalis sendiri ada segi kooperatifnya, karena mengerahkan tenaga kerja yang besar dalam tim-tim di pabrik-pabrik dan kantor-kantor. Kelas buruh itu makin lama makin menbentuk organisasi yang juga kolektif seperti serikat buruh. Dan gerakan buruh bisa pula menjalankan kooperasi. Sehingga sistem kapitalis tidak perlu "dihancurkan dulu". Tetapi cuma kalau golongan kapitalis melawan revolusi dengan senjata, jelas sebagian dari sistem mereka akan runtuh juga dan harus dibangun kembali oleh kaum buruh saat kaum kapitalis dikalahkan.

19. Menurut tulisan anda "... untuk jangka panjang, sosialisme mesti diciptakan di tingkat internasional." Jadi revolusi sosialis harus diekspor?

Harus meluas. Istilah "ekspor" mungkin beri kesan bahwa negeri-negeri lain akan dipaksa atau dimanipulasi, itu tidak dimaksudkan. Jika (misalnya saja) terjadi revolusi di Australia, kami tidak akan mengadakan invasi ke Indonesia untuk "mengekspor" sosialisme. Gerakan politik lokal tidak boleh "ditunggangi". Harus ada gerakan sosialis di Indonesia, dan kelas buruh Indonesia sendiri harus menjalankan revolusi di Indonesia. Namun pemerintah revolusioner yang sudah berkuasa di satu negeri harus mempunyai orientasi untuk merangsang gerakan revolusioner di negeri yang lain.


(dari web sebelah, untuk di-SOSIALISASI-kan, agar lebih benderang)